Monday, January 02, 2006

Air Mata Untuk Anez Memenuhi Sebuah Kapal




Mengenang Blog-Blog Lamanya Tina (Juga 2005) Dan Menabur Harapan (2006) Untuk Superblognya Tina

Oleh : Bambang Haryanto


Syukurlah, hari ini aku masih bisa menemui situsnya tina yang lama. (Aku bersyukur karena situs itu tidak/belum hilang.

Kemarin aku masuk dari link di blogku, Close To You, dan kini melalui Komedikus Erektus. Aku bilang syukur karena di depan sudah ada peringatan bahwa umur situs ini tinggal menghitung hari. Siapa tahu, esok akan kutemui broken link, dan putuslah hubungan diplomatik antarblog. Harus angkat duta besar baru. Harus menulis sejarah baru lagi.

Gara-gara tiba-tiba ada blog yang hilang (tak hanya milik Tina ?), maka baru saja saya menulis postingan baru, isinya nyebut-nyebut isi majalah Playboy, artis Indonesia yang tampil di sana, dan juga Tina. Jangan kuatir, antara ketiganya tak ada kaitan. Tetapi dan tetapi, aku belum menghidupkan link dengan blognya Tina yang baru ini. Belum hafal URL-nya. Akan aku tunggu setahun lagi.) Bila mantap, baru bisa dibuat link.


Buntut Sapi Yang Hilang. Begitulah, kayaknya sesuatu yang akan berakhir sering membuat orang tersadar betapa masih banyak hal yang selama ini tidak atau belum difahami. Momen terbatas itu seolah membuat waktu yang ada jadi lebih berharga. Pepatah Belanda kan bilang, seekor sapi tak tahu apa manfaat buntut sebelum ia kehilangan buntutnya sendiri.

Maka sebelum buntutnya Tina, eh, blog lamanya Tina itu hilang, yach, ditengok-tengok lagi, begitulah. Dan seperti meniru ulah anjing, cepet-cepet aja meninggalkan kencing di sana-sini. Aku ninggalin satu, kepencet jadi dua. Persis dibawah gadis biru, Chris, pendiri dan pemimpin ANW (Anton Ngupil Watch) dan di kalangan CNN, NBC dan MSNBC, Chris terkenal sebagai VJ (video journalist) andalan untuk TIT (Tegal International Televisions).

Kencing bagi anjing atau beruang adalah bahasa, “this is my territory”. Kalau saya kencing beneran di blog ini, ya pasti bakal kesetrum. Plus dimarahi penjaga warnetnya. Atau dilaporin ke SBY, dituduh sebagai ekshibisionis model foto heboh a la Mayangsari bermesraan bersama BTA.

Aku tidak meninggalkan air kencing anjing, tapi hanya bisa nulis komen-komen seperti ini. Maklum, hanya itu kebisaanku sebagai blogger, sedikit joker, plus story teller. Apalagi mengingat karakter Tina yang kadang (diulang 30 kali) lebih menonjol sebagai techie, bukan teacher, maka ia aku kuatirkan bisa dengan dingin memenggal eksistensi sesuatu blog. Walau, tentu saja, dengan alasan yang bisa dimengerti. Terutama bila ia nanti bilang, “ini blog gue. Semau gue dong”.


Creative destruction. Kalau begitu, mungkin Tina, tak terasa, memang sudah jadi muridnya Joseph Schumpeter, ekonom Austria-Amerika. Eyang Joseph ini kan punya semboyan terkenal : creative destruction. Pokoknya hal-hal yang yang tak punya nilai tambah pasti akan dihancurkan oleh inovasi-inovasi yang lebih baru.

Tina kayaknya rada berkecenderungan seperti itu kan ? Tina suka inovasi dan inovasi. Coba hitung, berapa kali ia ganti lay out (aku engga suka ditulis sebagai “leot”, karena imagery yang muncul di kepala engga indah) dan pembaca blognya setiap kali harus mengikuti navigasi-navigasi baru yang ia sajikan.

Boks Bengok kadang muncul, kadang hilang. Mungkin karena Tina suka berbaik sangka : semua pembaca blognya itu secanggih isi kepalanya Tina seputar desain dan pernik-pernik teknik blog. Coba, contoh kecil lainnya lagi, silakan baca teks yang Tina tulis di artikel swan song dari blognya yang lama. Anda faham benar atas apa yang Tina maksud ?

Apa itu b2revolution ? Bener engga nulisnya ? Aku lalu mudah saja menebak, oh, itu singkatan dari bastille to revolution, kan ? Revolusi Perancis.

Untuk topik satu ini, kalau boleh memutar roda waktu, saya akan lebih suka bertanya kepada Anez. Ia tahu banyak tentang negeri anggur itu. Ia salah satu wanita terindah, tetapi kini saya tak tahu bahasa apa yang harus kupakai untuk ngomong sama dia. Ia baru saja sampai pada huruf Z dari hidupnya, dengan momen yang luar biasa. “Menangislah sampai air matamu memenuhi sebuah kapal”, begitu kata pepatah Srilanka.


Teks-teks Tina itu memang tak perlu membuatku menangis. Hanya saja saya tak tahu istilah-istilah ilmu roket yang ia beber di sana. Itu bukan dosa Tina, sih. Tetapi juga bukan dosa saya. Kasus “bahasa ilmu roket”-nya Tina ini kiranya mudah mengingatkan saya akan dua nama terkenal : Deborah Tannen dan Geoffrey A. Moore.


Pakar Ilmu Cunilinguistik. Anda tahu ilmu linguistik ? Saya tahu, selera Anda untuk meneruskan membaca obrolan ini pasti jadi loyo. Well, linguistik memang bukan paparan menarik. Saya pernah masuk kubangan di mana banyak wanita-wanita cantik, yang fasih Sastra Rusia, Jepang, Jerman, Perancis sampai Cina (mereka punya sebutan eksotis : kaum “WTS”) tetapi setiap kali ngomong selalu memunculkan linguistik.

“Aku engga bisa, esok ujian linguistik”. “Ngga bisa nelpon lama-lama, ada PR linguistik” Sokurlah, saya tak pernah mendapat kuliah linguistik,. Tapi pernah merasa jadi pakar untuk sub jauuuh dari ilmu tersebut. Cunilinguistik. Yang memberikan penilaian justru mahasiswi Jurusan Desain Industri, jurusan yang tak pernah tahu apa itu linguistik.


Deborah Tannen adalah pakar linguistik, pengarang buku You Just Don’t Understand. Ia membedah perbedaan pola komunikasi antara pria vs wanita. Kalau antarpria, komunikasi yang terjadi adalah kompetisi. Harus ada yang “up” vs yang “down”. Dengarkan saja obrolan dua anak lelaki. Pasti mereka ingin saling unggul.

Episode sitkom “Friends” pernah menampilkan adegan neraka saat Ross harus menemani Mike, atau Mike harus menemani Ross. Berdua di satu ruang tamu, lihatlah, betapa sulitnya mereka untuk mengobrol. Sementara itu, kata mBak Tannen, komunikasi antarperempuan lebih menonjol untuk mencari keserasian, saling confirm, meneguhkan. Para wanita itu juga cenderung lebih suka menerangkan, menjelaskan.

Dalam atmosfir persaingan antarpria, maka dalam komunikasi mereka yang paling mudah berhamburan adalah istilah-istilah teknis. Sebab istilah-istilah itu ibarat peluru-peluru yang melesat untuk melumpuhkan lawan bicara. Kalau fihak lawan dianggap tidak tahu sesuatu istilah, maka ia dianggap sebagai fihak yang kalah.

Tina, mungkin sudah tak menyadari bahwa dirinya sudah ketularan bahasa dan istilah-istilah macho itu. Pernah ia tiba-tiba menulis istilah “css” padaku. Tanpa bla-bla-bla. Tanpa keterangan. Aku tak tahu “c.s.s”, tapi tahu “a.s.s”.

Maka aku sebut saja Tina sebagai “T the T” : Tina si Techie. Istilah lainnya : “nerd”. Aku juga engga yakin suaminya, Franz, “ngeh” pula atas isi tulisannya Tina di blog lamanya tersebut. Tentu saja, ke-techie-an Tina itu bukan bencana. Malahan berkah bagi kita. Untuk itu, ayo skarang sekarang waktunya bertanya lebih lanjut kepada Pak Moore.


Pak Moore ini punya ajaran mengenai menyeberang jurang. Crossing the chasm . Judul buku yang membuat musik di telinga dan indah di mata. Ia membincangkan adanya beragam karakter konsumen teknologi. Aku belum kuat beli buku teknik lintas jurang ini. Maka cari-cari akal untuk mencuri-curi baca di toko buku. Tentu saja bukan di Wonogiri.

Tempatnya asyik, QB World of Books, Jl. Sunda, belakang Sarinah, Jakarta. Di bawah bakmi GM. Dibanding toko buku Borders atau Kinokuniya di Orchard Road, dua toko ini menang dalam ukuran sepakbolanya. Spacenya seluas lapangan sepakbola. Tapi di QB, sedikit lebih cozy. Pengunjungnya lebih sedikit. Jadi engga begitu berisik, lebih private. Toko buku bergaya kafe.

Dulu di Times Bookshop Indonesia Plaza, baru mau catat judul saja sudah dipelototi penjaga. Kuno loe. Dan koleksinya di sini lebih banyak buku terbitan Inggris. Tetapi di QB-nya Richard Oh yang pencinta sastra ini, lebih banyak dari penerbit AS.

Dan kita sambil baca, di sofa empuk, telinga akan dibelai Luciano (“Ave Maria, gratia plena, Dominus tecum: Benedicta tu in mulieribus…”) Pavarotti. Atau, Andrea Bocelli yang berduet dengan Holly Stell (“I can fly in my mind/To a place/Peaceful and full of grace/Come with me”).

Duetnya sama Helena, si orang Itali dan bukan Indo Idol, juga bagus. Saya sudah dua kali pesen buku via QB, dua-duanya buku tentang komedi yang didatangkan langsung dari AS. Kok engga lewat Amazon aja ? Orang Wonogiri dilarang punya kartu kredit.


Pengguna Awal. Geoffrey A Moore terkenal dengan bukunya itu, Crossing The Chasm : Marketing And Selling Technology Products To Mainstream Customers (1999). Menurutku, Tina itu dari kacamata klasifikasi Mas Moore pantas digolongkan sebagai early adopters, pengguna awal. Yaitu sekelompok kecil orang-orang nerds, penggila teknologi baru, yang gatal atau gelisah berat bila tidak memiliki produk-produk teknologi baru yang masih “kebul-kebul” keluar dari pabriknya.

Kelompok konsumen teknologi sekaliber Tina ini berada di depan dari kelompok early majority, mayoritas awal dan late majority, mayoritas belakangan. Mayoritas belakangan ini adalah kelompok konsumen teknologi yang gemuk, potensial, dan terdiri dari kebanyakan orang-orang yang biasa saja.

Di ujung ekstrim terdapat kelompok yang paling buncit dan terlambat dalam memanfaatkan teknologi. Mereka disebut sebagai kelompok laggards, terbelakang. Saya pasti termasuk kelompok si pencorot ini. Makanya aku tidak tahu “c.s.s” karena hanya baru bisa mengagumi keindahan “a.s.s”.


Lalu, apa pamrih dari segala omongan tentang teori Mas Moore ini ? Harapan : moga di blog barunya Tina ini, subrubrik yang ia sebut Tutorial (Membangun Blog Indah) harus diteruskan. Cerita terkait : beberapa saat lalu di blognya tokoh blog Indonesia, Priyadi.Net dimuat peringkat 300 blog top di Indonesia. Cara menentukannya, aku tak bisa me-recall disini. Tetapi sebagian besar blog yang ada di peringkat atas (al milik Enda Nasution yang terkenal itu), adalah blog-blog teknologi komputer.

Kalau anda pernah baca bukunya Ray Hammond, Digital Business : Surviving and Thriving in an Online World (1996), ia menyebut fenomena self-reference. Artinya, di awal sesuatu pertumbuhan suatu teknologi baru maka subjek yang gencar diperbincangkan adalah tentang teknologi baru itu sendiri.

Siapa tahu, kita berharap, blognya Tina nanti masuk dalam top 300 list a la Priyadi tadi. Saya sebagai pengguna TI kelompok terbelakang, seperti pernah saya usulkan sama Tina, gunakanlah metode bimbingan model serial buku-buku The Idiot’s Guide To….. dalam rubrik Tutorial-nya Tina itu.

Sekadar info : Buku-buku ini tampilannya mencolok, berwarna oranye hitam. Kalau buku-buku panduan pemanfaatan TI buatan dalam negeri seringkali ditulis dari kacamata para ahli, semakin banyak istilah-istilah aneh penulisnya semakin merasa top dan pembacanya (terpaksa banyak-banyak makan puyunghay, “tapi puyunghay khas masakannya Tina” lain lho…rasanya) bingung. Tetapi dalam buku-buku seri Idiot itu struktur penulisan sampai dengan bahasanya disesuaikan dengan kacamata awam. Banyak humor. Ayo Tina, lebih banyak humor ya ?


Mencederai hubungan ? Apalagi ceritanya ? Saya mau minta maaf sama Tina. Saya pernah menulis di komen di blog lama, mungkin membuat sebel Tina. Saat itu di boks email saya beberapa kali mendapatkan kiriman cerita lucu dari Tina. Terakhir, kiriman itu berupa 4 foto artis mirip Mayangsari dan pria mirip anak bekas pemimpin Orde Baru. Lalu saya kirim protes, di boks bengoknya Tina, agar aku engga lagi dikirimi info-info soal selebritis semacam itu.

Maaf, Tina. ya saya tahu, seperti dibahas lanjutan dari bukunya mBak Tannen, kaum wanita itu menomorsatukan relationship. Makanya di blognya Tina sarat dengan teman-teman dan kenalan yang baik-baik hati itu. Tetapi dengan protes saya di boks bengoknya Tina, tentu, tidak ada niat sama sekali untuk mencederai semangat membina relationship yang natural milik kaumnya Tina itu.

Masalahnya, bagi saya, sori ini kekerdilan pria yang tak canggih dalam small talk : mbok ya saya diberi info yang lebih berguna. Misalnya : Pak.De, saya menulis tentang Sideblog. Sideblog adalah bla, bla, bla, silakan klik di sini untuk pengin tahu manfaatnya untuk memperkaya tampilan blog Pak.De.


Terakhir, saya menyukai kata journey dari blognya Tina yang baru ini. Kayaknya lebih terpilih, lebih ekstrovert, dan lebih action, dibanding nama-nama blognya Tina yang lalu yang juga indah itu. Sebenarnya sih saya mau mengomentari “Meerjungfrau”, tapi kayaknya ceritaku nanti akan lebih cocok untuk didongengkan kepada Chacha, daripada kepada emboknya.

Tentang mata biru gadis seteduh samudera, batu koral, cahaya yang menari, kapal-kapal, atap istana yang terbuat dari kulit kerang (“….. that open and close as the water flows over them. Their appearance is very beautiful, for in each lies a glittering pearl, which would be fit for the diadem of a queen”) dan impian.

Tapi di blog “meerjungfrau” itu aku pernah hadir, ibarat Tina, Franz dan Chacha lagi melaksanakan acara banquet mewah. Ada musik pengiring, orkes simfoni dari Austria. Lalu aku tiba-tiba ditarik untuk naik ke atas panggung, oleh Tina diberi gelar sebagai Sir (=baca : Pakde, kini Pak.De), disebut pula sebagai juragan Bulog (karena banyak makan asam garam kehidupan), dan Tina menuliskan tajuk pestanya dengan judul : “Aku Disini”.

Jangan lupa, sesuai kota domisili Tina & keluarga saat ini, di Ulm yang tepian sungai Danube, maka musik pengiring pesta saat itu adalah karya Johann Strauss yang paling (menurutku) indah dan terkenal : The Blue Danube Waltz.

Dalam momen lain, ketika Tina menulis topik “Manfaat Blog” yang berdekatan dengan HUT-nya, aku sebenarnya menulis komentar juga. Kata Tina, di artikel menarik itu, menulis di blog itu mengabadikan kenangan. Ada sobat yang komentar, “bagaimana bila hosting blog gratis itu dihapus ?” Lalu Tina menjawab ba-bi-bu. Apa persisnya, silakan ditanya Dia. Apa ia konsisten dengan apa yang ia katakan, silakan kembali bertanya.

Sayang koneksi internet di Wonogiri lagi melorot (seperti juga sidebar blogku baru-baru ini, gara-gara nafsu ekshibisionis, pasang foto, memuncak ; hingga harus aku dokterkan ke Tina. Tetapi aku engga tahu bahwa Tina itu punya gunting besar, akibatnya portofolioku, plus sedikit egoku, kena sunat besar-besran !), aku sulit posting di blognya Tina.

Padahal, hmmm, isinya banyak ilmunya lho. Aku tulis dalam komentar itu Tina sebagai orang ketiga. Karena aku ingin berdialog dengan sesama pengisi komen di blognya Tina, ngerumpiin Tina. Di balik layar (tembus pandang), membeber apa makna kehadiran Tina di komunitas blogger seputar dirinya. Aku juga nyebut-nyebut isi majalah Cosmopolitan segala lho.

Dasar lagi apes. Koneksi akses lamban, tarif akses warnet hampir mendekati jumlah uang yang ada di kantong, tak bergerak-gerak, maka postingan komen itu aku ubah jadi email ke Tina. Modus komunikasi yang aku angankan adalah one-to-many, moga-moga lalu memicu diskusi yang many-to-many, akhirnya hanya one-to-one. Tina pun membalas : komentar itu ia baca kata-per-kata, katanya. Metode baru membaca ya ?


Foto Palsu Di Blog. Tentang pemberian gelar Pakde (yang baru agak di-Jerman-kan : Pak.De) ada cerita sedikit. Itu lho, priyayi baik hati dan ganteng yang kini mengumpulkan miliaran riyal di Dhoha, Qatar, bernama John Hendrawan, ikut-ikutan menyebut Pakde padaku. Langsung saya pelototin. Kalau terus nyebut pakde, pasang label pakde, isi blog Anda tak akan saya sebut-sebut di blog saya.

Saat itu kan saya tak tahu apa itu Photobucket.com. Barusan saya diajari cara memakainya oleh Tina. Lalu diam-diam memasang foto. Foto palsu. Itu orang yang tinggalnya di timur dari barat tempatku. Toh, akhirnya ketahuan juga. John punya komentar xxx, artinya “mas”, sementara Tina memberi komentar berbahasa Urdu : xixixi. Artinya, aku tak tahu.


Scarcity Mentality. Oh ya, di blogku, link untuk blognya Chacha aku tulis begini : Chacha Cantik Dari Ulm Jerman. Apa URL-nya nanti juga berubah, Tina ? Dan, hallo sobat blogger, apa Anda tak tertarik mengikuti “metode” penulisan saya semacam ini ? Oh, apa sobat-sobat itu dalam ber-blog rolling (tul ngga ?) apa belum pernah mendapatkan kiat-kiat elementer dalam kiprah publikasi atau periklanan ?

Apa belum pernah menghayati apa perbedaan antara scarce mentality versus abundance mentality dari buku 7 Habits-nya Eyang Covey bila mengobrolkan media berbasis digital ?

Maksud saya begini. Kalau di blog roll Anda hanya memuat nama si pemilik blog tok, mungkin ditambah kota asalnya, hal itu tidak memberikan informasi apa-apa kepada pembaca blog. Tidak memunculkan info yang rada komprehensif. Juga tidak ada rayuan, persuasi, bujukan untuk menengok blog bersangkutan. Blog roll yang rada mubazir. Idealnya, info tiap –tiap blog itu ditulis seperti anotasi yang kita temui dalam memanfaatkan Google.

Blog itu media berbasis digital. Bahan bakunya, integrated circuit, terbuat dari pasir dan pasir itu melimpah ruah di dunia. Media publikasi berbasis digital itu bangunannya dari sinyal-sinyal elektronik, yang berbeda dari media atom (kertas), stoknya tak terbatas. Maka , bagi saya, sungguh aneh bila kita-kita ini dalam menulis blog roll kok begitu pelit, menulis komentar juga begitu pelit, dan bahkan menulis blog juga pelit. Itulah mental serba langka, scarce mentality.

Padahal, dengan media tanpa batas itu, sebaiknya yang dipakai adalah sikap mental abundance mentality. Pepatah Zen bilang, semakin banyak Anda memberi, akan semakin banyak pula Anda menerima. Memang masih tak mudah bagi saya untuk konsisten menerapkan ajaran itu. Tetapi, paling tidak, menurut saya, menulis di blog (entah isi, email sampai komentar) adalah seperti melakukan donor darah.

Tidak semua darah kita didonorkan, tetapi yang hilang itu akan segera memicu timbulnya darah-darah yang baru, yang lebih segar. Ada proses atau siklus akuisisi dan pelepasan informasi yang serasi, antara yin dan yang (tul engga ?), dan bagi saya, hal semacam itu selalu membahagiakanku.

Menulis-menulis di blog, seperti ajaran bapak penemu Snoopy (kenal ?), Charles Schulz, pahalanya otomatis kita nikmati ketika kita sedang mengerjakannya. Reward is in the doing. Dahsyat. Nikmat. Sehat. Sokur-sokur bermanfaat.

Reward kecil itu pula yang ingin saya berikan untuk pemilik superblog ini. Bahwa untuk seputar kata journey, ada penyair Amerika, Walt Whitman (1819-1892), menulis dalam satu puisinya : I believe a leaf of grass is no less than the journey-work of the stars. Aku engga tahu apa maknanya, tapi aku rasakan indah banget imagery yang hadir di sana.

Lalu kata journey itu juga mudah mengingatkan saya akan Robert Frost, penyair kesayangan Presiden Kennedy dan mirip semangat kata-kata indahnya Ralph Waldo Emerson…..Ah, di stop dulu. Disimpen dulu. Siapa tahu nanti bisa jadi bahan komentar-komentar (darah baru) di situs superblognya Tina ini. Wis ah.

PALING AKHIR. Pertanyaan ini menjengkelkan. Engga usah dijawab. Silakan dijawab dalam hati dan aksi. Yaitu : Himalaya apa yang ingin anda pindahkan dengan tulisan-tulisan dalam blog Anda ? Himalaya adalah cita-cita puncak, teragung, dalam hidup Anda.

Selamat Hari Natal untuk Tina, Franz dan Chacha plus seluruh sobatnya Tina di blog ini. Selamat Tahun Baru 2006. Sukses dan sejahtera selalu untuk Anda semua.

Wonogiri, 26-27 Desember 2005.


PS : Menulis komen di blognya Tina ini rasa mabuknya persis sama saat menulis surat dan nulis buku untuk Anez, dulu-dulu itu.


Comment by Bambang Haryanto — December 27, 2005 @ 4:47 am

0 Comments:

Post a Comment

<< Home